ANAALISIS KENAIKAN HARGA BARANG
MENJELANG PUASA DAN LEBARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak terlepas dari bahan kebutuhan pokok, dan dapat dikatakan hidupnya tergantung dari terpenuhinya kebutuhan pokok tersebut.
Hal itu wajar karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakat perlu mengonsumsi bahan kebutuhan pokok yang bermanfaat bagi tubuh, agar tetap dalam kondisi tidak kekurangan gizi. Untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut selain persediaan juga dipengaruhi faktor harga, yang berkaitan dengan daya beli masyarakat.
Ketika harga kebutuhan pokok itu naik cukup tinggi, sebagian besar masyarakat pasti mengeluh, karena akan menambah beban anggaran rumah tangga sehari-hari. Kondisi itu juga akan menyedot anggaran untuk kebutuhan lain. Untuk menyikapi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, masyarakat terpaksa melakukan langkah terobosan agar tetap dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Langkah itu diantaranya memperketat pengeluaran untuk kebutuhan lain dan mengurangi porsi belanja. Apalagi saat menjelang puasa dan lebaran harga bahan kebutuhan pokok cenderung akan naik sehingga membutuhkan banyak biaya bagi keperluan tersebut.
Pada saat menjelang puasa dan lebaran harga kebutuhan bahan pokok akan mengalami kenaikan dari biasanya, naiknya harga kebutuhan bahan pokok ini merupakan masalah yang cukup sulit karena sudah menjadi tradisi jika menjelang puasa dan lebaran masyarakat sangat mengeluhkan harga kebutuhan bahan pokok yang melejit tinggi dari biasanya.
Kenaikan harga bahan kebutuhan pokok yang menjadi langganan menjelang puasa dan lebaran dari tahun ke tahun dipicu oleh banyaknya jumlah permintaan, naiknya permintaan yang tidak disertai kesiapan pasokan sehingga sesuai hukum dasar ekonomi bila permintaan berlimpah sedangkan pasokan terbatas maka harga barang akan naik, saat menjelang puasa dan lebaran harga barang terus melonjak naik, karena jumlah permintaan terus meningkat sedangkan jumlah barang tetap atau cenderung berkurang.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang akan dirumuskan dalam paper ini adalah sebagai berikut:
1. Apa penyebab kenaikan harga bahan pokok menjelang puasa dan lebaran ?
2. Bagaimana upaya pemerintah untuk mengatasi masalah ini ?
3. Bagaimana Cara mengantisipasi kenaikan harga tersebut ?
4. Apa tanggapan kita sebagai mahasiswa terhadap masalah ini ?
C. TUJUAN PENULISAN
Supaya mahasiswa dapat mengetahui persoalan ekonomi yang terjadi di Indoseia yang khususnya berkaitan dengan masalah kenaikan harga bahan pokok menjelang puasa dan lebaran sehingga mahasiswa dapat memecahkan masalah tersebut, Namun secara umum penulisan paper ini bertujuan untuk menganalisis persoalan ekonomi dengan menggunakan metode dari filosof sebagai tugas mata kuliah Filsafat Ilmu.
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Penyebab Kenaikan Harga Bahan Pokok Menjelang Puasa dan Lebaran
Menurut Prof Muslich (Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga) “ penyebab kenaikan harga bahan pokok umumnya karena dua hal, yakni hukum ekonomi dan permainan spekulan. "Kalau hukum ekonomi sudah jelas, disaat persediaan barang menurun, maka harga otomatis naik. Tapi kalau spekulan memang seringkali memanfaatkan event menjelang puasa dan hari raya," (Antara News Surabaya).
Kenaikan harga bahan kebutuhan pokok menjelang puasa dan lebaran dipicu oleh banyaknya permintaan, Naiknya permintaan yang tidak disertai kesiapan pasokan sehingga sesuai hukum dasar ekonomi bila permintaan berlimpah sedangkan pasokan terbatas maka harga barang akan naik. Disamping itu karakter sebagian masyarakat Indonesia yang gampang memancing di air keruh, kebanyakan hal ini dilakukan oleh para spekulan dengan cara menahan pasokan barang ke pasar, kemudian terjadilah ketimpangan antara permintaan dengan pasokan yang tersedia, sehingga barang menjadi mahal, ketika barang menjadi mahal lalu para spekulan akan melepas kembali barangnya untuk memperoleh keuntungan yang berlipat.
Kenaikan harga kebutuhan bahan pokok juga dapat terjadi karena manajemen pasokan barang yang buruk, tidak pernah mempersiapkan kemungkinan lonjakan permintaan yang tinggi, apabila manajemen pasokan barang cukup baik, maka lonjakan permintaan yang banyak menjelang puasa dan lebaran dapat diantisipasi dan dipastikan ketersediaan pangan dan harga bahan kebutuhan pokok menjelang puasa dan lebaran dapat stabil.
Sementara menurut pakar ekonomi LIPI Latief Adam, kenaikan harga komoditas menjelang puasa dan lebaran merupakan fenomena tiap tahunan yang tidak pernah bisa diatasi pemerintah. Hal ini disebabkan beberapa hal, yaitu tidak adanya koordinasi yang bagus antara kementerian yang berkaitan dengan masalah ini. Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan dan Bulog harus bertanggung jawab atas semua ini. Faktor buruknya koordinasi antar kementerian juga diyakini Latif sebagai pangkal persoalan. Dia mencontohkan, kalau Mentan mencanangkan untuk meningkatkan produksi dalam negeri, justru Mendag malah berencana mengimpor beras. Hal ini, lanjutnya, merupakan bukti tidak adanya koordinasi yang baik antarlembaga.
Latif menegaskan, persoalan distribusi juga memegang andil dalam persoalan rutin ini. “Distribusi (pangan) sangat kacau. Ini seharusnya tanggung jawab Mendag. Kenaikan harga komoditas bisa dicegah dengan menggunakan metode saling silang, di mana kalau ada daerah yang langka dengan sembako harus mendapatkan kiriman dari daerah yang banyak sembako. Langkah ini dapat mengurangi fenomena harga naik menjelang puasa.
Faktor infrastruktur yang kurang memadai juga merupakan penyebab dari naiknya harga komoditas dan untuk beberapa daerah yang kurang ditunjang infrastruktur yang baik, maka biaya pengiriman atau transportasi menjadi mahal. Akibatnya komoditas pangan sering kali melewati jalur distribusi yang sangat panjang, sehingga mempengaruhi komponen harga. Harusnya, kata dia, pemerintah mampu memotong jalur distribusi yang panjang ini. Selain itu ada satu lagi soal alih fungsi lahan. Dari dulu kita tahu untuk beras, Pulau Jawa merupakan sentra dari penghasil beras. Seharusnya daerah-daerah lain di Indonesia juga mempunyai lahan untuk bertani agar semuanya tidak terfokus di Pulau Jawa saja.
Sedangkan menurut pengamat ekonomi Indef Aviliani "Pemerintah pusat seharusnya berkoordinasi dengan pemda karena pemda yang lebih mengetahui permasalahan di lapangan."
Pemda juga lebih mengetahui perkiraan angka peningkatan permintaan atas bahan kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat di daerahnya masing-masing. Kenaikan permintaan di setiap daerah diharapkan bisa diantisipasi sejak dini dengan menambah pasokan yang dibutuhkan. Dengan cara ini, upaya spekulasi yang dilakukan pedagang atau distributor bisa dicegah. Karena lonjakan kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako) menjelang puasa dan Lebaran sudah ditangani sejak awal. "Kenaikan harga sebenarnya hanya didorong ekspektasi saja. Barang sebenarnya ada, hanya ekspektasi saja. Ini berarti ada ulah spekulan."
Aviliani menjelaskan, dalam kegiatan pendistribusian bahan kebutuhan pokok masyarakat, pemda juga harus berperan. Pemda diperlukan peranannya karena operasi pasar yang dilakukan pemerintah pusat selama ini tidak berhasil menahan laju gejolak harga sembako.
"Pemerintah kabupaten dan kota yang menguasai daerah. Kalau pemda tidak dilibatkan, akibatnya semuanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Operasi pasar, inspeksi mendadak, dan lainnya selama ini terbukti tidak bisa menahan laju kenaikan harga sembako.”
Sudut pandang yang lain diungkapkan Wakil Rektor Institut Pertanian Bogor Prof. Hermanto Siregar. Menurut dia, dalam pertanian ada istilah fenomena musiman. “Dimana permintaan naik tapi pasokan turun. Masalahnya klasik, di produksi dan distribusi. Ini program pemerintah untuk mengantisipasi kenaikan sembako tapi nggak berhasil karena tidak siap.
Faktor lainnya adalah karena cuaca yang tidak menentu saat sekarang. Selain itu karakteristik komoditi juga menentukan. “Tanaman hortikultura seperti cabai dan sayuran tidak musiman dan kuat segala cuaca, berbeda dengan bahan pokok. Saya melihat ini faktor musiman saja dan mulai normal kembali awal September 2011.”
Menurut ekonom Indef Bustanul Arifin, lonjakan harga yang rutin tiap tahun menjelang puasa dan lebaran merupakan cermin buruknya perencanaan pemerintah soal stok pangan nasional. Bappenas dinilai Bustanul terlalu lemah dalam perencanaan nasional soal pangan. “Fenomena ini sepanjang tahun tidak pernah dipecahkan. Ini masalah siklikal yang nyaris tidak ada antisipasi.” Pemerintah butuh National Planning dari presiden untuk menyelesaikan masalah ini. “National Planing harus dilaksanakan negara. Harus dihormati dan dilaksanakan Menko Perekonomian beserta seluruh jajaran menteri ekonomi.” Bustanul menekankan, masalah pangan tidak bisa hanya diselesaikan oleh pemerintah pusat. Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) harus memantau harga dan membantu membuat antisipasi lonjakan harga. Dengan memperkuat program cadangan pangan di setiap propinsi, selain pangan dari Bulog secara psikologis akan mampu menekan harga yang liar.
Landasan hukumnya PP 38 2007 tentang ketahanan pangan yang wajib menjadi urusan daerah. Makanya harus dibangun cadangan pangan masing-masing daerah. Instrumen hukumnya sudah ada, tinggal implementasinya dan penegakan peraturannya lebih ditingkatkan.” Operasi pasar hanyalah solusi jangka pendek. “Tahun ini bolehlah dengan cara ad hoc (jangka pendek). Tapi tahun depan jangan diulang lagi. Antisipasi harus dilakukan sejak Juli 2012.
Menurut Pakar Ekonomi Sri Indah Nikensari, SE,MSI ( Fakultas Ekonomi UNJ ). “Pengaruh atau dampak kenaikan harga pangan dikarenakan banyaknya permintaan dan penawaran yang bertingkat tinggi. Industri pangan merupakan industri yang merubah input dari hasil pertanian berupa produk pangan menjadi produk pangan yang bernilai tambah dan dapat diterima oleh konsumen. Industri pangan memegang peranan penting dalam memasok kebutuhan pangan suatu daerah serta meningkatkan perekonomian masnyarakat.
Hal yang paling ditakutkan adalah kenaikan harga pangan yang terjadi saat ini dapat mempengaruhi stabilitas produksi industri pangan di Indonesia mengingat bahan baku industri pangan mengalami kenaikan. Apabila hal tersebut terjadi maka dapat mempengaruhi suplai produk pangan dari industri ke konsumen baik kuantas maupun kualitasnya. Bila stabilitas industri pangan di Indonesia menurun akibat kenaikan harga pangan maka dapat mengakibatkan penurunan pasokan produk makanan olahan serta dapat meningkatkan harga produk. Bila pasokan produk pangan rendah akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan daerah.
B. Upaya Pemerintah mengatasi kenaikan harga kebutuhan pokok
Menjelang memasuki Ramadan, harga berbagai kebutuhan pokok sudah meroket di berbagai daerah, Ini fenomena yang terjadi setiap tahun, tren kenaikan harga yang naik sebelum bulan Ramadan, konsekuensinya membuat rakyat semakin susah, ditambah lagi kondisi ekonomi yang serba sulit. Pertanyaannya kemudian adalah kebijakan apa yang akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan musiman ini? Selama ini kebijakan yang dikeluarkan tidak membuat pengaruh apa-apa seperti operasi pasar. Dapat dipastikan bahwa pemerintah selalu kelabakan untuk mengantisipasinya.
Kenaikan sangat signifikan itu akan berdampak pada rakyat, khususnya mereka yang berpendapatan menengah dan ke bawah. Kenaikan ini akan menggerus daya beli rakyat yang memang sudah sangat rendah, pendapatan rumah tangga miskin semakin merosot, sedangkan harga kebutuhan pokok terus meroket. Biasanya kenaikan harga ini bersifat momentum, tetapi harga tidak pernah kembali menjadi normal setelah momentumnya usai. Karena ini bersifat momentuman, pemerintah mestinya bisa melakukan antisipasi. Tetapi kelihatannya pemerintah sengaja membiarkan harga itu naik secara tidak normal.
Sebelum memasuki bulan suci Ramadan masyarakat dibuat tidak tenang, akibat melambungnya harga kebutuhan pokok, tidak hanya sampai disitu, perantau yang ingin pulang ke halaman juga mengeluh akibat harga tiket yang naiknya tidak tanggung-tangung, belum lagi kelangkaan BBM yang membuat kegiatan masyarakat terhenti untuk beraktifitas.
Meningkatnya harga beberapa komoditas pangan menjelang Ramadan bukan karena kelangkaan barang. Namun lebih disebabkan. Pertama, faktor psikologi penjual dan agen barang. Persediaan barang sebenarnya tetap cukup untuk memenuhi permintaan konsumen yang melonjak. Mereka memanfaatkan momen dengan menaikkan harga menjelang perayaan hari-hari besar demi mengeruk keuntungan. Ditambah lagi dengan perilaku konsumen yang tetap berbelanja walau harga meningkat.
Kedua, maka hukum pasar berlaku, padahal kemampuan membeli masyarakat rendah karena naiknya harga tidak diimbangi dengan meningkatnya jumlah pendapatan. Masyarakat seakan tidak memiliki pilihan. Meskipun harga berbagai kebutuhan pokok naik, mereka tetap membelinya untuk memenuhi kebutuhan menyambut Ramadan. Ketiga, dipicu tradisi para pedagang yang menyetok barang yang akan dijual kembali pada harga tinggi. Keempat, adanya masyarakat yang membeli dengan jumlah lebih dari biasanya. Kelima, selain dua faktor ini, ada dua isu besar lainnya yang ikut mendongkrak kenaikan harga, yakni kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS) dan adanya gaji ke-13 yang baru dibayar pada awal bulan puasa.
Selanjutnya, pemerintah benar-benar melepas harga sembako pada mekanisme pasar. Sejak pemerintah menjadi pengikut setia dogma neoliberal, hampir semua persoalan ekonomi diserahkan kepada pasar. Termasuk soal harga sembako. Padahal, sembako merupakan kebutuhan paling vital massa rakyat, yang jika tidak terpenuhi, bisa memicu gejolak sosial.
Pertama, pemerintah harus mengantisipasi gangguan distribusi bahan pokok menjelang bulan puasa dan lebaran agar tidak menimbulkan gejolak harga di pasar. Artinya memprioritaskan pengangkutan bahan kebutuhan pokok menjelang bulan puasa dan Lebaran. Kedua, selain prioritas pengakutan bahan kebutuhan pokok, pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga akan berkoordinasi guna meminimalkan hambatan lintas daerah, apakah ini juga efektif dan solusi yang jitu untuk kebijakan pemerintah? Operasai pasar selama ini ternyata gagal total untuk mengantisipasi naiknya harga kebutuhan pokok menjelang Ramadan.
Pemerintah gagal mewujudkan ketahanan pangan di dalam negeri. Alih-alih berjuang keras mewujudkan ketahanan pangan, pemerintah malah membuka pintu impor untuk masuknya produk pertanian dari negara lain. Selain itu, atas petunjuk lembaga-lembaga dan negeri-negeri imperialis, pemerintah telah menghapus subsidi untuk pertanian. Jadi solusi untuk ini semua menurut penulis jangan hanya kebijakan yang bersifat sesaat, tapi sudah saatnya pemerintah berfikir jangka panjang, penyebab naiknya kebutuhan pokok tidak hanya karena mekanisme pasar, tapi kita tidak punya stock daging yang cukup untuk kebutuhan dalam negeri, seperti impor daging dari australia.
Pemerintah Indonesia mestinya belajar kepada pemerintahan Evo Morales di Bolivia. Tidak mau digencet terus oleh kenaikan harga pangan dunia dan permainan perusahaan pertanian asing, pemerintah Bolivia mengesahkan undang-undang untuk menjamin ketahanan pangan untuk rakyatnya. Pesan Soekarno berdiri diatas kaki sendiri juga jangan dilupakan.
Sekali lagi jangan sampai rakyat indonesia gelisah dan rakyat dibuat tidak tenang beribadah akibat meroketnya kebutuhan bahan pokok, akibat pemerintah seakan tidak hadir untuk berani memutuskan kebijakan yang membela rakyat. Pemerintah harus berani mengeluarkan kebijakan yang tidak popular tapi melindungi dan bermanfaat bagi rakyat dalam jangka panjang.
C. Antisipasi Kenaikan Harga Bahan Pokok Menjelang Puasa dan Lebaran
Menjelang puasa setiap tahun, kita selalu dihantui kenaikan harga bahan pokok. Ulah spekulan, salah satu jawaban yang sering kita dengar sebagai penyebabnya. Pemerintah, oleh masyarakat, diharapkan bisa lebih berperan dalam mengantisipasi lonjakan bahan pokok.Artinya, bagaimana menghentikan ulah spekulan, distributor nakal, agar tak menjebak orang bermain di air keruh.
Kadang kita berpikir, dekat hari menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, seakan-akan merupakan “hari baik bulan baik” para spekulan, yang juga berimbas pada pedagang umumnya. Mestinya bukan begitu. Menyambut hari penuh ampunan, atau hari nan fitri, harga bahan pokok seharusnya stabil. Masyarakat bisa bersuka cita menyambut puasa, juga hari raya misalnya.Pemerintah, dalam hal ini menjadi bagian pentingnya.
Asumsi umum bahwa kebutuhan masyarakat dalam menyambut Ramadan cenderung tinggi, merupakan salah satu indikasi, pedagang dan sepekulan menaikkah harga. Bahkan, ada yang jahat, dengan menimbunnya dulu, atau menahan hingga kebutuhan pasar mendesak, rakyat kepepet harga bisa meroket. Jika sudah demikian, yang paling menderita adalah kelas menengah bawah, kaum miskin.
Mumpung masih dini, kita berharap pemerintah, dalam hal ini mungkin Dinas Perindustrian Pertambangan dan Energi (Disperindagtamben), proaktif mengendalikan sejumlah harga kebutuhan pokok atau sembako. Karena itu, penting artinya dalam hal ini, agar stabilitas suplai tidak terganggu , penegakkan hukum terhadap para spekulan atau “pedagang nakal”, betul-betul ditegakkan setegak-tegaknya. Masyarakat, setiap saat, membutuhkan kebijakan pemerintah, yang telah memiliki langkah antisipasi untuk menjamin terpenuhinya pasokan kebutuhan pokok menjelang dan saat puasa hingga Idul Fitri.
Untuk itu, di sisi lain, harus ada kemauan pemerintah menjamin ketersediaan stok mulai dari tingkat produksi, distribusi, hingga sampai di pasar tradisional. Pada saat bersamaan, mestinya juga ada kesadaran masyarakat, untuk berbelanja sesuai kebutuhan, agar semua berjalan normal.
Menyambut Ramadan, jika dimaknai sebagai upaya menahan diri, tentu baik. Jika ini tertanam di hati, aksi beli banyak-banyak dengan cemas sembako makin mahal atau hilang di pasaran, bisa terhindar. Jika kecerdasan masyarakat meningkat dalam memahami kebutuhan riil menyambut puasa, spekulan atau mafia sembako akan merasa kehilangan apa yang dikatakan permintaan pasar melonjak. Hal ini dikarenakan, kita memahami menyambut bulan suci yang dilebihkan bukan pada belanja bahan pokoknya, tapi upaya memperbaiki diri dan beribadah dengan penuh kekhusuan.
Mengingat tiap tahun jelang Ramadan bahan pokok naik, kadang kita bertanya, ada apa dengan bangsa ini. Mudah-mudahan ini bukan sebagai salah satu pertanda, kekuasaan yang diamanahkan rakyat, tidak bisa memaksa segelintir orang berbuat baik dan tertib, untuk kemaslahatan bersama.
D. Taggapan Kita Sebagai Mahasiswa terhadap masalah ini
Pemerintah agar tidak mengeluarkan kebijakan yang akan memicu kenaikan harga bahan pokok dan perlunya turun tangan pemerintah melalui instansi terkait, khususnya Bulog untuk melakukan intervensi pasar melalui operasi pasar guna mengatasi masalah tingginya harga bahan pokok di pasaran dan menjaga ketersediaan bahan pokok.
Banyak faktor yang mempengaruhi kenaikan kebutuhan bahan pokok, mungkin apabila kita melihat historis di Indonesia, tidak mungkin Rakyat Indonesia kekurangan untuk sumber kehidupan seperti kebutuhan bahan pokok. Namun, inilah kenyataanya, dan kenapa ini bisa terjadi? Pertama, Indonesia yang dulunya negara agraris telah berubah menjadi negara Industrialis, sehinggah habisnya lahan-lahan pertanian akibat lahirnya perusahaan baru yang menyebabkan lahan pertanian menjadi perkebunan. Kedua, tidak adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan perekonomian dengan membangun suatu perekonomian mandiri yang mementingkan kepentingan rakyat. Ketiga, adanya faktor asing dengan UU NO.25 Tahun 2007 tentang penanaman modal asing untuk mengelolah segala sumberdaya alam Indonesia seperti pertambangan, perkebunan, pertanian, dan perminyakan. Dengan ketentuan hasil Indonesia 20% dan asing 80%. Jadi tidak heran apabila Indonesia sering kekurangan beras dan minyak, yang mengakibatkan bahan-bahan pokok pun membumbung tinggi. Akibatnya secara perlahan Indonesia telah diakuisisi. Keempat, masih banyaknya pemerintah yang memiliki watak dan karakter koruptor, sehinggah uang seharusnya untuk rakyata hanya di nikmati sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa analisis di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Naiknya permintaan yang tidak disertai dengan ketersediaan pasokan, sehingga sesuai hukum dasar ekonomi, bila permintaan berlimpah sedangkan pasokan terbatas maka harga barang akan naik.
2. Karakter masyarakat Indonesia yang mudah shock, jadi begitu menjelang hari-hari bahagia datang maka masyarakat ramai-ramai memborong kebutuhan bahan pokok karena khawatir tidak mendapatkan barang.
3. Karakter sebagian orang Indonesia yang gampang memancing di air keruh, kebanyakan hal ini dilakukan oleh para spekulan dengan cara menahan pasokan barang ke pasar, kemudian terjadilah ketimpangan antara permintaan dengan pasokan yang tersedia, sehingga barang menjadi mahal, ketika barang mahal lalu para spekulan akan melepas kembali barangnya untuk memperoleh keuntungan yang berlipat.
4. Management pengaturan pasokan barang yang buruk, tidak pernah mempersiapkan kemungkinan lonjakan permintaan.
5. Untuk menciptakan kestabilan harga bahan pokok maka pemerintah perlu melakukan koordinasi dan sinkronisasi antar kementerian terkait yang lebih intensif terutama menjelang puasa dan hari raya.
BAB IV
PENUTUP
Kenaikan harga sudah lazim terjadi di Indonesia. Pada saat menjelang puasa dan lebaran, harga melambung tinggi membuat para ibu rumah tangga pusing tujuh keliling. Harga selalu bergerak naik, namun pendapatan tetap. Kejadian ini terjadi pula disaat stok bahan pangan menurun, kita pernah ingat ketika harga cabai mencapai 80 ribu/ kg melebihi harga daging. Pemerintah seringkali kurang mengontrol distribusi kebutuhan pokok, sehingga petani sering kali tidak menikmati kenaikan harga tinggi.
Kejadian tadi sebenarnya dapat diatasi bila ada koordinasi dengan pihak terkait pemerintah pusat dan daerah untuk mengantisipasi kenaikan harga. Sayangnya pemerintah daerah kadang kala berjalan sendiri tanpa koordinasi dengan pemerintah pusat. Pemerintah daerah berjalan seolah-olah seperti kerajaan kecil di dalam Republik Indonesia. Padahal bila ada koordinasi kontrol harga pangan dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dan pusat. Perencanaan strategis dapat dilakukan sehingga produsen dan distributor tidak perlu mengeluarkan biaya siluman dan aturan perlu dilakukan dengan tegas. Negara kita tidak pernah kekurangan orang pintar, hanya perlu kesadaran saja para pengambil keputusan bahwa keputusannya untuk seluruh bangsa Indonesia bukan golongan atau kelompok saja.
Negara kita adalah negara subur, aneh rasanya bila harga kebutuhan pokok yang ditanam atau dibuat di dalam negeri lebih mahal dari produk impor yang membutuhkan biaya tinggi untuk pengiriman. Inflasi yang tinggi akan membuat rakyat makin miskin. Semoga saja kesadaran perlunya kebersamaan demi seluruh bangsa muncul dalam diri pengambil dan pelaksana keputusan.